Tuesday, February 23, 2010

Seandainya Mengapa

Seandainya dia tak pernah ada
Seandaimya dia tak pergi
Seandainya semua itu tak terjadi
Seandainya dapat kuulang semua itu
Seandainya masih ada waktuku 'tuk memperbaikinya
Seandainya waktu dapat kuputar kembali

Seandainya itu bukanlah seandainya
Mengapa itu hanya seandainya
Kuingin itu bukan hanya seandainya
Seandainya itu dapat terwujud
Takkan mungkin penyesalan ini begitu menyiksa

Seandainya kudapat memetik bintangku
Tanpa harus kukorbankan bintang yang lain
Hingga akhirnya aku kehilangan mentariku
Mentari kebanggaan yang selalu kuimpikan dan kuperjuangkan
Mengapa selalu malam yang menemaniku
Seandainya malam dapat menjadi pagi
Seandainya mentari itu tak terlepas
 
Mengapa ku harus kehilangan mentariku
Ketika mentari itu tlah kurengkuh
Penyesalan tiada henti kini merasukiku
Akankah ada kesempatan kedua untukku?
Mengapa harus kekecewaan dan air mata yang kuterima?
Mengapa senyum bahagia itu tak kunjung memenuhiku?
Pelangi indah itu tak lagi pernah menunjukan cantik warnanya

Mengapa harus ada dia?
Dia memberikan warna hidupku namun dia pula yang menghancurkannya
Tak hanya pelangiku yang terenggut namun pelangi orang yang kucintapun kau renggut
Aku ingin tak menyalahkanmu namun semua itu selalu menunjuk padamu
Awan gelap kumohon pergilah janganlah terus melingkupi laut kehidupanku

Mengapa semua itu tak terjawab?
dan mengapa semua mimpi itu hanya tetap menjadi seandainya
Pergilah sesal datanglah asa
Pergilah masa lalu datanglah masa depan
Tlah terbingkai yang lalu kini kan mulai kuukir yang baru
Sesalku tak kan pernah terhapus meski ombak terus menghapusnya

Friday, February 12, 2010

Ujung Genteng Trip

Menutup semester 7 dengan perjalanan ala backpacker, yang berarti juga sebagai penutup masa kuliahku di Universitas Parahyangan. Seminggu setelah aku menyelesaikan sidang akhirku yaitu tanggal 14 Januari 2010, aku memulai perjalanan ini. Ini merupakan pengalaman pertama bagiku untuk pergi berlibur ala backpacker. Awalnya peserta Ujung Genteng Trip ini sekitar 20 orang namun kemudian menyusut hingga 10 orang, awalnya aku mulai ragu apakah akan tetap melanjutkan perjalanan ini, namun setelah memantapkan hati dan aku mempertimbangkan bahwa mungkin ini akan menjadi perjalanan terakhirku bersama teman-teman kuliahku maka meski akhirnya kami hanya ber-8 orang maka kami tetap melanjutkan perjalanan ini. Sehari sebelum memulai perjalanan kami membicarakan dulu kapan dan dimana kami akan berkumpul. Pukul 8.00 kami akan berkumpul di terminal Leuwi Panjang. Pesertanya adalah Robby, Randy “Lontong”, Intan, Maria, Rizaldy “Ical”, Dodhy, Jaka dan aku.
Hari yang dinanti akhirnya tiba, 14 Januari 2010, pkl 6.30 kami berenam yaitu Intan, Maria, Ical, Dodhy, Jaka dan aku sepakat untuk berkumpul di Sentra Kampus untuk kemudian berangkat bersama ke Leuwi Panjang. Namun baru pada pukul 7.00 kami dapat berangkat. Kami berangkat dengan angkot 3 kali kami berganti angkot hingga akhirnya tiba di terminal Leuwi Panjang. Setelah tiba di sana kami menunggu 2 teman kami yang lain yang berangkat dari rumah mereka masing-masing. Akhirnya pukul 08.30 kami berdelapan dapat memulai perjalanan.
Perjalanan pertama kami dimulai dengan menggunakan bus MGI menuju Sukabumi. Kurang lebih sekitar 3 jam baru akhirnya kami sampai di Sukabumi hanya dengan Rp 21.000,00 per orang. Sampai di Sukabumi kami menunggu teman kami yang memang berasal dari Sukabumi yaitu Tasya. Di terminal itulah kami menunggu, dan kurang lebih 30 menit baru akhirnya kami bertemu dia. Cuaca saat itu kurang baik hujan deras meliputi Sukabumi, karna kami mengejar waktu untuk mencapai Ujung Genteng maka kami cepat-cepat makan di daerah terminal tersebut. Selesai makan kira kira pukul 12.30 kami segera menaiki angkot untuk menuju ke terminal lain. Angkot di sana ternyata lebih ‘memaksa’ daripada angkot di Bandung. Meski telah penuh terutama karna barang-barang namun si supir angkot terus menunggu dan memaksa masuk penumpang. Dengan Rp 5000,00 akhirnya kami sampai di terminal tersebut. Perjalanan menuju Ujung Genteng masih harus dilanjutkan dengan menggunakan angkutan desa Elf ‘Elep’ seharusnya Elep ini hanya mengantar hingga Surade namun karna kami cukup banyak maka supir tersebut mau mengantar ke Ujung Genteng dengan Rp 30.000,00.


Kurang lebih 4 jam lamanya kami harus bertahan di Elep, perjalanan ini menjadi sangat mengesankan dan sangat ‘menyulitkan’ karena ternyata jalan yang ditempuh tidak bagus dan selama kurang lebih 3 jam jalanan yang ditempuh terus berkelok-kelok seperti jalan di Cadas Pangeran. Bukan hal yang menakutkan jika dikendarai dengan santai, namun supir Elep ini sungguh dapat dikatakan luar biasa. Dengan Elep yang berisi kurang lebih 20 orang, dengan bagian depan 5 orang yang berarti supir hanya duduk setengah saja, ditambah dengan sedang menerima telepon supir ini masih sanggup untuk terus menyelip kendaraan di depannyameski kondisinya tikungan. Ujian berat untuk perut dan jantung terjadi di sana, dua orang temanku Robby dan Maria akhirnya tak sanggup menahan mual dan mereka terpakasa muntah. Aku dan Robby duduk di paling belakang dan celakanya yang membuat Robby muntah adalah karna ia melihat orang di sampingnya muntah dan tidak diplastik namun langsung saja di bawah. Ini benar benar menambah mual yang tengah aku rasakan. Akhirnya orang tersebut turun di tengah perjalanan dan beberapa orang mulai turun juga akhirnya aku dan Robby dapat pindah dari tempat duduk semula kami. Perjalanan dan ‘siksaan’ Elep belum berhenti disana kami masih harus menjalani 1,5 jam lagi perjalanan menuju Ujung Genteng. Kami sampai di Ujung Genteng sekitar pukul 16.30.
Setelah sampai di Ujung Genteng perjalanan pertama kami adalah mencari penginapan, tidak ada angkot maka kami harus berjalan kaki kurang lebih 1,5 km hingga mencapai penginapan Pondok Heksa. Setelah sampai di penginapan dan memutuskan untuk menyewa salah satu tipe kamar, maka kami mulai berberes beres. Kami mulai mempersiapkan memasak air, membereskan kamar dan dapur. Lalu kami mulai beristirahat dan sesekali melihat pantai yang tepat berada di depan penginapan kami. Setelah selesai mandi kami mencoba mencari makan, namun keadaan di luar hujan dan gelap, maka kami memilih memesan makanan dari penginapan. Kami makan bersama di penginapan tersebut. Malam pertama ini dihabiskan dengan bermain, seperti biasa main kartu capsa dan truff dan penutup dengan bermain monopoli.
Keesokan harinya, dimulai dengan rencana menuju pasar ikan. Kami berjalan cukup jauh ke sisi berlawanan dengan hotel kami untuk mencapai pasar ikan. Namun sayang ketika tiba di sana pasar sudah tidak terlalu ramai sehingga hanya tinggal beberapa pedagang saja. Akhirnya kami memutuskan membeli 2 ekor ikan dan membawanya pulang ke penginapan untuk di bakar. Karna cuaca sangat terik maka kami memilih menaiki angkot dengan menyewa angkot tersebut hingga sampai di penginapan. Kami meminta pada restoran penginapan untuk membakar ikan tersebut. Sambil menunggu ikan tersebut di bakar, kami mulai memasak nasi, dan tiba-tiba Jaka dan Lontong berinisiatif untuk mengambil kelapa muda sebagai minuman kami. Lebih dari 10 kelapa muda diambil dari pohon kelapa terdekat. Kemudia kelapa muda tersebut di buka di teras penginapan kami, hingga akhirnya menjadi sangat kotor teras kami. Setelah ikan matang kami mulai makan siang kemudian bersiap siap untuk pergi ke Pasir Putih dan Penangkaran Penyu.
Dengan menyewa ojek 8 buah (@Rp 55.000,-) kami mulai berangkat mengitari pantai untuk menuju sisi pantai yang terletak cukup jauh, jalan yang ditempuh cukup rumit dan licin. Belum adanya jalan yang baik yang dapat mengakomodasi mobil pribadi membuat perjalanan ini menjadi sedikit mengkhawatirkan dan kurang aman. Setelah kurang lebih 30 menit akhirnya kami berhenti di tepi hutan yang ternyata disana terdapat jalan kecil untuk menuju pasir putih tersebut. Dan benar saja ketika kami pertama melihat hamparan pasir putih itu sungguh pemandangan yang luar biasa, ketegangan akibat perjalanan menjadi hilang seketika. Pantai itu serasa milik kami sendiri karna disana hanya ada kami berdelapan. Tebalnya hamparan pasir dan deru ombak sungguh terasa. Meski terik matahari namun tidak mengurungkan niat kami untuk tetap bermain di tepi pantai itu.
Akhirnya setelah satu jam lebih dan mulai merasa bosan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Penangkaran penyu. Ketika akan pulang tanpa sengaja beberapa orang menyadari bahwa hamparan awan ada yang membentuk hati. Sayangya di Penangkaran penyu tersebut sedang tidak akan melakukan pelepasan penyu, biasanya setiap pukul 5 sore dilakukan pelepasan penyu ke laut dan pukul 8 malam penetasan telur penyu. Namun sayang ketika hari itu tidak ada pelepasan penyu. Akhirnya kami memutuskan kembali ke penginapan. Sekembalinya di penginapan kami bermain di pantai depan penginapan kami sembari menunggu giliran mandi.
Malam kami habiskan dengan makan malam bersama di hotel, dengan lauk Indomie goreng, nasi dan sisa ikan tadi siang. Malam itu kami cukup kelelahan beberapa tetap bermain beberapa hanya tidur-tiduran dan mengobrol. Dodhy terkena masuk angin sehingga ia cepat cepat beristirahat, kami semua mulai merasakan rasa terbakar di kulit akibat bermain di pantai. Esok paginya sesuai dengan janji dengan supir angkot yang akan membawa kami menuju tempat Elep yaitu pukul 10, kami segera bersiap siap dan secepatnya sarapan, sarapan kami sama seperti tadi malam yaitu Indomie Goreng ala Chef Jaka. Setelah semua selesai dan kami telah check out dari hotel akhirnya perjalanan pulang dimulai.
Perjalanan dimulai dengan angkot kemudia kami berganti dengan Elep. Ternyata kami tidak menaiki Elep yang sama dengan kemarin karna supirnya berhalangan maka ia digantikan dengan temannya. Saat perjalanan pulang inilah sakit punggung yang sudah lama aku derita mulai kambuh dan semakin mencapai puncaknya. Sekuat tenaga aku berusaha menahan rasa nyeri yang ternyata penyembuhannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Perjalanan dengan Elep tidak jauh berbeda dengan ketika berangkat, kami diantar hingga terminal bus sukabumi, sebelum kembali ke Bandung kami menyempatkan diri makan di sekitar terminal tersebut. Kemudian kami naik bus menuju Bandung. Kurang lebih pukul 19.00 kami sampai di terminal Leuwi Panjang, yang berarti berakhir sudah perjalanan liburan kami di Ujung Genteng. Aku dan kelima temanku kembali ke Ciumbuleuit dengan menyewa angkutan karna hari telah malam. Inilah sebuah pengalaman yang sangat berharga dan sangat berkesan bagiku.
Meski ini bukan perjalanan yang mewah namun sarat dengan pengalaman yang indah. Kebersamaan, keceriaan, suka dan duka yang tak akan pernah terasa sama akan menjadi kenangan indah yang terukhir di hati. Terima kasih teman-teman kalian telah memberikan perpisahan yang sangat berkesan bagiku. Disana t’lah kutinggalkan segala duka dan sedihku akan semua yang terjadi selama aku menyelesaikan study ku termasuk rasa kehilanganku tlah kulabuhkan di tepi pantai itu agar aku dapat melupakannya dan memulai hidupku yang baru.